PENUNTUTAN

1. Pra Penuntutan

a. Dimaksudkan “pra penuntutan” adalah kegiatan sebelum melakukan penuntutan, dalam arti bahwa penuntut umum mempunyai wewenang mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada hasil proses penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) KUHAP, dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b KUHAP.

b. Kegiatan dimaksud sebagai pra penuntutan didasarkan pada Pasal 110, 138, 139 KUHAP dan Pasal 30 Ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

c. Secara manajerial, pra penuntutan ini dalam praktek merupakan bentuk pengawasan, koordinasi dan kerjasama antara penyidik dan penuntut umum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

d. Berkas perkara hasil penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) diatur dalam Pasal 107 KUHAP :

1) Penyidik memberikan bantuan penyidikan kepada PPNS.

2) Dalam hal peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana, maka PPNS melaporkan kepada Penyidik ( Polri ) dan dalam hal telah dilakukan penyidikan, maka hasil penyidikan diserahkan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik ( Polri ).

e. Penelitian kelengkapan Berkas Perkara dinyatakan sebagai kelengkapan formal maupun material.

1) Kelengkapan formal memuat antara lain identitas tersangka, Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri, kelengkapan Berita Acara dalam Berkas Perkara dan lain-lain yang besifat dokumen resmi.

2) Kelengkapan material apabila telah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan, terpenuhinya alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP, konstruksi hukum tindak pidana yang terjadi sudah jelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Ayat (2) KUHAP, yang kemudian menjadi dasar untuk penyusunan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

2. Penyusunan Surat Dakwaan

a. Surat dakwaan adalah suatu surat atau akte ( acte van verwijzing ) yang memuat uraian perbuatan atau fakta – fakta yang terjadi, uraian mana menggambarkan atau menjelaskan unsur – unsur yuridis dari pasal – pasal tindak pidana ( delik ) yang dilanggar.

b. Surat Dakwaan mengandung 3 ( tiga ) fungsi, antara lain sebagai berikut :

1) Bagi kejaksaaan, surat dakwaan memiliki makna bahwa sangkaan terdakwa telah melakukan perbuatan pidana, sesudah pemeriksaan penyidikan menjadi lebih kuat, unsur – unsur delik pidana dan dalil – dalil yang diperlukan untuk pembuktiannya dalam sidang agar menjadi lebih konkrit, dan surat dakwaan menjadi dasarbagi penyusunan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ( Requisitoir ).

2) Bagi terdakwa, surat dakwaan yang dapat dimengerti akan memudahkan terdakwa mempersiapkan pembelaan diri, benar tidaknya fakta – fakta dalam dakwaan, sehingga secara awal dapat mempersiapkan bahan – bahan untuk pembelaan dirinya.

3) Bagi hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya, surat dakwaan akan menjadi dasar pemeriksaan di persidangan dan bahan pertimbangan mengambil keputusan, khususnya memperjelas aturan – aturan hukum yang dilanggar oleh terdakwa, yang pembuktiannya oleh jaksa Penuntut Umum, sehingga Hakim tidak akan memutus atau mengadili perbuatan pidana yang tidak didakwakan.

c. Syarat – syarat Surat Dakwaan tercantum dalam Pasal 143 Ayat (2) KUHAP, yang memuat syarat formil dan syarat materiil :

1) Syarat formil meliputi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum, harus berisi identitas terdakwa lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa.

2) Syarat materiil meliputi uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakann, baik mengenai waktu ( tempos delictie ) maupun tempat tindak pidana dilakukan ( locus delictie ).

Catatan : Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Ayat (2) KUHAP diatas, mempunyai akibat batal demi hukum.

d. Uraian surat dakwaan harus menguraikan fakta – fakta perbuatan yang terjadi, yang dilakukan oleh terdakwa, yang menggambarkan kesesuaian dengan unsur – unsur pasal tindak pidana ( delik ) yang didakwakan, yang dirumuskan secara jelas dan mudah dimengerti oleh terdakwa. Sebaliknya, apabila surat dakwaan tidak memenuhi syarat, tidak jelas dan kabur disebut obscuure lebelum.

e. Secara teoritis, Surat Dakwaan terdiri dari 5 ( lima ) bentuk, yaitu :
1) Surat Dakwaan Tunggal
2) Surat Dakwaan Kumulatif
3) Surat Dakwaan Subsidiair
4) Surat Dakwaan Alternatif
5) Surat Dakwaan Kombinasi Atau gabungan

Ad 1) Surat dakwaan tunggal : tindak pidana yang dilakukan terdakwa satu tidak pidana saja, misalnya Pasal 362 KUHP ( Pencurian ) atau satu tindak pidana tetapi perbuatan termasuk perbarengan dengan peraturan pidana ( eendaase samenloop ) atau concursus idealis ( Pasal 63 Ayat (1) KUHP ) atau merupakan perbuatan yang berlanjut ( voortgezette ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 Ayat (1) KUHP ).

Ad 2) Surat dakwaan kumulatif, beberapa dakwaan dari beberapa tindak pidana yang masing – masing berdiri sendiri dan terpisah, tetapi dilakukan oleh terdakwa yang sama, biasanya dirumuskan dengan kata Kesatu, Kedua, Ketiga, dan Dakwaan Keempat atau dirumuskan dengan kata – kata “ dan “, misalnya dalam uraian dakwaan melanggar Pasal 362 KUHP dan uraian dakwaan melanggar Pasal 338 KUHP dan uraian dakwaan melanggar Pasal 378 KUHP dan seterusnya.

Ad 3) Surat dakwaan subsidiair : surat dakwaan terdiri dari satu atau dua atau lebih dakwaan yang berurutan dari yang terberat sampai yang ringan, biasanya dirumuskan dengan perkataan : Primair, Subsidiair, Lebih Subsidiair, Lebih Subsidiair Lagi, Lebih Lebih Subsidiair Lagi.

Ad 4) Surat dakwaan alternatif : surat dakwaan yang disusun secara alternatif delik yang akan dibuktikan dalam persidangan, sekalipun memberikan kesan keragu – raguan Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan delik yang akan dibuktikan dalam persidangan, dirumuskan dalam bentuk kata “ atau “.

Ad 5) Surat dakwaan kombinasi atau gabungan, sebagai surat dakwaan kumulatif yang didalamnya mengandung dakwaan subsidiairitas atau dakwaan alternatif, misalnya Dakwaan Kesatu : Primair, Subsidiair, Lebih Subsidiair Lagi, lalu Dakwaan kedua : Undang – Undang Darurat No. 12 / DRT / 1951 tentang senjata api.

3. Pendaftaran Ke Pengadilan Tingkat Pertama ( PN )

a. Pendaftaran Perkara pada Pengadilan Negeri, Pengadilan tingkat pertama sering disebut sebagai Registrasi Perkara pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, diberikan Nomor Register Perkara Pidana dan tanggal perkara tersebut didaftarkan pada Pengadilan Negeri setempat itu.

b. Selanjutnya ditentukan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut dan jadwal persidangan yang diberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa atau kuasanya.

4. Pra Peradilan

a. Lembaga pra peradilan adalah lembaga yang diperuntukkan pengawasan terhadap perlindungan hak – hak tersangka atau terdakwa, bukan merupakan badan tersendiri, tetapi merupakan suatu wewenang dari pengadilan, wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang – Undang ini ( KUHAP ), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP, tentang :

1) Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

2) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.

3) Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

b. Wewenang Pra Peradilan lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 77 jo. 78 jo. 82, Pasal 95 dan 97 KUHAP dan Pasal 80 KUHAP yang mengakomodir tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan. Pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu proses perkara pidana pada umumnya adalah saksi yang langsung menjadi korban dari peristiwa pidana itu.

c. Setelah Registrasi permintaan Pra Peradilan, maka pada hari itu juga oleh Penitera diajukan permintaan kepada Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk Hakim tunggal dan Panitera yang akan memeriksa perkaranya, Pasal 77 Ayat (2) KUHAP. Selanjutnya ditentukan hari sidang dengan dihadiri pemohon dan termohon untuk didengar dipersidangan, Pasal 82 Ayat (1) huruf a dan b KUHAP.

d. Sidang Pra Peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dibantu seorang panitera, Pasal 78 Ayat (2), pemeriksaan dilakukan secara cepat dan selambat – lambatnya 7 ( tujuh ) hari Hakim harus sudah memutus perkaranya, Pasal 82 Ayat (1) huruf c KUHAP, dan terhadap putusan Pra Peradilan tidak dapat dimintakan banding, Pasal 83 Ayat (1) KUHAP kecuali terhadap putusan pra peradilan yang menetapkan tidak sahnya penyidikan atau penuntutan, yang diajukan permintaan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (2) KUHAP.

e. Pra peradilan pada perkara koneksitas diajukan, diperiksa, dan diadili di lingkungan peradilan umum, berdasarkan Pasal 89 Ayat (1) KUHAP jo. Pasal 24 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan pengecualian oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung R.I.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH SINGKAT HUKUM ACARA PIDANA ( CRIMINAL JUSTICE SYSTEM )

LANDASAN HUKUM YURISDIKSI VOLUNTAIR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA PEWARISAN