LANDASAN HUKUM KEWARISAN

Hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan mereka dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut. Hal ini berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang Penundukkan Diri terhadap Hukum Eropa. Dengan demikian bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata ( Burgerlijk Wetboek ).

Dalam Pasal 528 KUH Perdata tentang hak mewaris ditentukan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 854 KUH Perdata bahwa hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karena itu, ketentuan ini ditempatkan dalam buku ke-2 KUH Perdata ( tentang benda ). Namun demikian, penempatan hukum kewarisan dalam buku ke-2 KUH Perdata menimbulkan pro kontra di kalangan ahli hukum, karena dalam kewarisan tidak hanya mencakup hukum benda saja, tetapi juga menyangkut aspek hukum lainnya, misalnya hukum perorangan dan kekeluargaan.[1]

Pewarisan dalam KUH Perdata terdapat dalam Buku II mengenai Kebendaan pada Bab Kedua Belas tentang pewarisan karena kematian. Ketentuan ini dimulai dari Pasal 830 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1130 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

Bab Kedua Belas tentang pewarisan karena kematian :
1. Pasal 830-851 KUH Perdata tentang Ketentuan Umum.
2. Pasal 852-861 KUH Perdata tentang Pewarisan Para Keluarga Sedarah yang Sah dan Si Suami atau Isteri yang Hidup Terlama.
3. Pasal 862-873 KUH Perdata tentang Pewarisan dalam Hal Adanya Anak-Anak Luar Kawin.

Bab Ketiga Belas tentang Surat Wasiat :
4. Pasal 874-894 KUH Perdata tentang Ketentuan Lain.
5. Pasal 895-912 KUH Perdata tentang Kecakapan Seorang untuk Membuat Surat Wasiat.
6. Pasal 913-929 KUH Perdata tentang Legieteme Portie.
7. Pasal 930-953 KUH Perdata tentang Bentuk Sesuatu Wasiat.
8. Pasal 954-956 KUH Perdata tentang Wasiat Pengangkatan Waris.
9. Pasal 957-972 KUH Perdata tentang Hibah Wasiat.
10. Pasal 973-988 KUH Perdata tentang Pengangkatan Wasiat dengan Lompat Tangan yang Diizinkan.
11. Pasal 989-991 KUH Perdata tentang Pengangkatan Wasiat dengan Lompat Tangan.
12. Pasal 992-1004 KUH Perdata tentang Pencabutan dan Gugurnya Wasiat.
13. Pasal 1005-1022 KUH Perdata tentang Pelaksana Wasiat dan Pengaruh Harta Peninggalan.
14. Pasal 1023-1043 KUH Perdata tentang Hak Memilih dan Hak Istimewa untuk Pendapatan Harta Peninggalan.

Bab Keenam Belas tentang Hak Menerima dan Memilih Suatu Warisan :
15. Pasal 1044-1056 KUH Perdata tentang Hak Menerima Suatu Warisan.
16. Pasal 1057-1065 KUH Perdata tentang Hak Menolak Suatu Warisan.

Bab Ketujuh Belas tentang Pewarisan Harta Peninggalan :
17. Pasal 1066-1087 KUH Perdata tentang Pemisahan Harta Peninggalan dan Akibatnya.
18. Pasal 1086-1099 KUH Perdata tentang Pemasukan.
19. Pasal 1100-1111 KUH Perdata tentang Hal Pembayaran Utang-Utang.
20. Pasal 1112-1120 KUH Perdata tentang Pembatalan Suatu Pemisahan Harta Peninggalan yang telah Disetujui.
21. Pasal 1121-1125 KUH Perdata tentang Pembagian Warisan.

Bab Kedelapan Belas:
22. Pasal 1126-1130 KUH Perdata tentang Harta Peninggalan yang Tak Terurus.

Footnote :
[1] Surini Ahlan Syarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003 ), hlm. 10.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH SINGKAT HUKUM ACARA PIDANA ( CRIMINAL JUSTICE SYSTEM )

LANDASAN HUKUM YURISDIKSI VOLUNTAIR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA PEWARISAN