SIDANG PEMERIKSAAN PADA PENGADILAN
Pemeriksaan perkara pidana pada sidang pengadilan Negeri
dibedakan menjadi :
1) Acara pemeriksaan biasa ;
2) Acara Pemeriksaan singkat ;
3) Acara pemeriksaan cepat, yang terdiri dari 2 jenis :
(1)
Acara pemeriksaan tindak pidana ringan ( TIPIRING ) ; dan
(2)
Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas.
Perbedaan tata cara pemeriksaan tersebut terletak dari
jenis tindak pidana yang diadili dan mudah atau sulitnya pembuktian perkara.
Berikut ini, diuraikan tata cara pemeriksaan biasa, yang
pada umumnya dilaksanakan pada sidang Pengadilan Negeri.
1. Pembacaan
Surat Dakwaan JPU
a. Sebelum hari sidang perdana, panggilan diberikan
kepada pihak terkait ( Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa, dan Kuasa Hukumnya, Saksi
), dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dan diberikan tanda penerimaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 dan 146 KUHAP, adalah menjadi kewajiban Jaksa Penuntut
Umum untuk menghadirkan pihak terkait pada pemeriksaan sidang pada pengadilan.
b. Pada hari sidang yang sudah ditentukan, Hakim Ketua
membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam hal mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak – anak, dan anak – anak di bawah 17 tahun
tidak diperkenankan berada di ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153
KUHAP.
c. Majelis hakim sedikitnya berjumlah 3 ( tiga ) orang
kecuali dalam hal pemeriksaan singkat dan cepat dalam susunan persidangan
perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang – Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
d. Sidang pemeriksaan perkara pidana mewajibkan kehadiran
terdakwa dengan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 KUHAP,
dan apabila suatu perkara terdapat lebih satu terdakwa dan tidak semua hadir,
maka sidang tetap berlangsung dengan terdakwa yang sudah hadir.
e. Tahapan pemeriksaan awal sidang perkara pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 155 KUHAP :
1) Setelah membuka sidang, Hakim Ketua menanyakan kepada
terdakwa identitas lengkap, mulai nama, kelahiran, pendidikan, tempat tinggal
sampai pekerjaan terakhir.
2) Hakim Ketua mengingatkan kepada terdakwa untuk
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya saat sidang
pengadilan.
3) Hakim Ketua kemudian meminta kepada Jaksa Penuntut
Umum untuk membacakan Surat Dakwaan.
4) Setelah selesai Pembacaan Surat Dakwaan, Hakim Ketua
menanyakan kepada terdakwa apakah isi surat dakwaan telah dimengerti, apabila
belum mengerti maka Hakim Ketua meminta Penuntut Umum untuk memberikan
penjelasan.
5) Setelah mendapat penjelasan, maka Terdakwa atau Kuasa
Hukumnya ( Penasihat Hukumnya ) dapat mengajukan keberatan atau Eksepsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 KUHAP.
2. Eksepsi (
Nota Keberatan )
a. Eksepsi atau Nota Keberatan yang diajukan terdakwa
atau penasihat hukumnya hanya memuat hal – hal yang bersifat formal, tidak
memasuki hal – hal yang berkaitan dengan pokok perkara, tidak membahas dakwaan
terbukti atau tidak terbukti, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 Ayat (1)
KUHAP :
1) Eksepsi mengenai pengadilan tidak berwenang ;
2) Eksepsi mengenai dakwaan tidak dapat diterima,
meliputi :
- Perbuatan yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana atau pelanggaran ;
- Ne bis in idem, perbuatan pernah diputus dan inkracht van gewijsde ( berkekuatan hukum tetap ).
- Kadaluwarsa
- Perbuatan yang didakwakan tidak sesuai dengan terminologi hukum
- Termasuk perselisihan ( sengketa ) perdata
- Termasuk delik aduan ( Klacht Delik )
b. Surat
dakwaan yang tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal
143 Ayat (2) huruf b KUHAP, atau pernah dirubah tetapi tidak mengikuti syarat
Pasal 144 Ayat (2) dan (3) KUHAP, maka Surat Dakwaan harus dibatalkan karena :
Surat Dakwaan Kabur, tidak jelas ( obscuur
libelum ) dan atau perumusan Surat Dakwaan saling bertentangan.
c. Terhadap
eksepsi terdakwa atau Penasihat Hukumnya, Hakim Ketua memberi kesempatan kepada
Jaksa Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya atau Replik. Seterusnya apabila pendapat Jaksa Penuntut Umum perlu
ditanggapi oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya, maka terdakwa atau Kuasanya
memberikan tanggapan atau pendapatnya ( Duplik
), demikian seterusnya Penuntut Umum juga diberi kesempatan untuk menanggapinya
lag ( Replik ), seberapa kali
memungkinkan tergantung kepemimpinan Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara
a quo.
3. Putusan Sela
a. Keberatan
atau bantahan yang diajukan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukumnya
dipertimbangkan oleh Hakim dan kemudian mengambil keputusan, putusan ini
disebut Putusan Sela, putusan yang penetapannya dilakukan sebelum pemeriksaan
perkara pokoknya.
b. Putusan sela
dapat berisikan :
1) Eksepsi dapat
diterima, mengandung makna :
(1) Perkara itu tidak dilanjutkan
pemeriksaannya;
(2) Penuntut Umum dapat mengajukan
perlawanan atau verzet kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan
Negeri setempat.
2) Eksepsi tidak
diterima atau eksepsi akan diputus setelah selesai pemeriksaa, maknanya :
(1) Melanjutkan persidangan,
pemeriksaan perkara a quo ;
(2) Apabila terdapat perlawanan dari
Terdakwa atau Penasihat Hukum nya diterima
oleh Pengadilan Tinggi, maka Pengadilan Tinggi dalam waktu 14 hari menunjuk Pengadilan Negeri yang
lain untuk mengadili.
(3) Demikian pula bila perlawanan
dilakukan bersama – sama ( Terdakwa, Jaksa
Penuntut Umum ), dan ternyata diterima Pengadilan Tinggi, maka Pengadilan Tinggi membatalkan putusan
Pengadilan Negeri dan dalam waktu
14 hari menunjuk Pengadilan Negeri yang lain untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo.
3)Silahkan baca
Pasal 156, 157, dan 158 KUHAP.
4. Pemeriksaan Saksi – Saksi Dan Barang Bukti
a. Pemeriksaan
saksi korban didengar keterangannya yang pertama sebelum saksi – saksi yang
lain, Pasal 160 Ayat (1) huruf b KUHAP, kemudian saksi – saksi yang lainnya
sesuai urutan yang dipandang sebaik – baiknya oleh Hakim Ketua, Pasal 160 Ayat
(1) huruf a KUHAP.
b. Keterangan
saksi juga dapat diberikan oleh saksi yang tidak tercantum dalam Berkas Perkara
atas permintaan Jaksa Penuntut Umum atau Terdakwa atau Penasihat Hukumnya,
Pasal 160 Ayat (1) huruf c KUHAP.
c. Sebelum
memberikan keterangan secara rinci, Hakim Ketua menanyakan identitas lengkap
para saksi, hubungan keluarga dan atau hubungan kerja dengan terdakwa yang
diajukan dalam persidangan a quo, Pasal 160 Ayat (2) KUHAP, kemudian bersumpah
atau mengucapkan janji Pasal 160 Ayat (3) KUHAP atau bila dianggap perlu sumpah
dan janji dilakukan setelah pemeriksaan selesai, Pasal 160 Ayat (4) KUHAP.
d. Saksi atau
Ahli yang menolak bersumpah atau janji, dapat dikenakan sandera di Rutan selama
14 hari, dan pemeriksaan tetap dilanjutkan. Bila tetap menolak, keterangannya
yang telah diberikan tetap dapat digunakan sebagai pertimbangan keyakinan
Hakim, Pasal 161 KUHAP.
e. Saksi yang
tidak hadir dengan alasan secara sah, keterangannya dibacakan dari Berita Acara
Pemeriksaan yang terdapat dalam Berkas Perkara, sebagaimana dimaksud Pasal 162KUHAP.
f. Apabila
keterangan saksi yang satu tidak bersesuaian dengan keterangan saksi yang lain
dan atau bertentangan, maka dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan Sidang,
Pasal 163 KUHAP. Dalam hal seperti ini, Hakim biasanya menunjukkan perbedaan
itu dan meminta saksi untuk menjelaskan alasannya, termasuk alasan apabila
kemudian mencabut keterangannya yang pernah dilakukan dihadapan Penyidik.
g. Penuntut Umum
dan Penasihat Hukum terdakwa dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi yang
diajukan melalui Hakim Ketua, dan Hakim Ketua dapat menolak pertanyaan yang
diajukannya itu, Pasal 164 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 165 Ayat (1),(2), dan
(3) KUHAP.
h. Terdakwa
diberikan kesempatan menanggapi atas keterangan saksi dan mengajukan pertanyaan
yang belum ditanyakan oleh Penuntut Umum maupun Penasihat Hukum atau Majelis
Hakim, Pasal 164 Ayat (1) KUHAP.
i. Hakim,
Penuntut Umum atau Terdakwa atau Penasihat Hukum nya dapat saling menghadapkan
saksi untuk menguji kebenaran keterangan masing-masing, Pasal 165 Ayat (5) KUHAP.
j. Pertanyaan
yang menjerat, sugestif, tidak boleh diajukan kepada saksi maupun terdakwa,
Pasal 166 KUHAP.
k. Setelah
memberikan keterangan, saksi tetap berada / hadir di sidang kecuali Hakim Ketua
memberi ijin meninggalkan sidang, Pasal 167 Ayat (2) dan (3) KUHAP. Atas
permintaan terdakwa atau Penuntut Umum, Hakim Ketua dapat memerintahkan saksi
keluar dari sidang kemudian mendengarkan keterangan saksi lain tanpa didengar
saksi tersebu ( Pasal 172 KUHAP ) dan juga dapat mendengarkan keterangan saksi
tanpa hadirnya terdakwa, Pasal 173 KUHAP.
l. Saksi dapat
mengundurkan diri atau dibebaskan kewajiban memberikan keterangan, apabila :
1) Hubungan
keluarga sedarah atau semenda dengan terdakwa, Pasal 168 KUHAP.
2) Karena
pekerjaan, jabatannya mewajibkan menyimpan rahasia, Pasal 170 KUHAP.
3) Memberi
keterangan tanpa sumpah, Pasal 171 KUHAP :
(1) Anak belum 15 Tahun ;
(2) Sakit ingatan atau sakit jiwa.
m. terhadap
saksi yang diduga memberikan keterangan palsu, padahal sudah bersumpah, maka
Hakim Ketua memberikan peringatan, dan atas permintaan Penuntut Umum atau
terdakwa agar saksi ditahan dengan dakwaan sumpah palsu, dicatat dalam Berita
Acara Persidangan, dan bila perlu Hakim Ketua menangguhkan pemeriksaan sidang
perkara a quo sampai perkara sumpah palsu selesai diputus, Pasal 174 KUHAP.
n. Untuk
kepentingan pemeriksaan dapat dihadirkan Juru Bahasa, Penerjemah, dan Ahli
sebagaimana dimaksud Pasal 177, 178, dan 179 KUHAP.
o. Dalam
pemeriksaan saksi – saksi, sekaligus dapat dilakukan pemeriksaan Barang Bukti
terkait, dengan cara memperlihatkan barang bukti kepada saksi disaksikan
Penuntut Umum, Terdakwa, atau Penasihat Hukumnya, apakah saksi mengenalnya dan
kemudian meminta penjelasan atau keterangan atas barang bukti yang
diperlihatkan itu, Pasal 181 KUHAP.
5. Pemeriksaan Saksi Ahli
a. Setiap orang
yang meminta pendapatnya sebagai ahli wajib memberikan keterangan ahli sesuai
keahliannya demi keadilan, Pasal 179 KUHAP. Mereka mengucapkan sumpah atau
janji akan memberikan keterangan berdasarkan pengetahun dalam bidang
keahliannya.
b. Dalam hal
diperlukan, Hakim Ketua dapat menghadirkan Ahli lain yang berbeda tetapi dalam
bidang yang sama, untuk menjernihkan pemahaman suatu masalah apabila sebelumnya
terdapat keterangan ahli yang membingungkan.
6. Pemeriksaan Saksi Yang Meringankan ( a
de charge )
a. Atas
permintaan terdakwa, dapat dihadirkan Saksi yang meringankan ( a de charge ), yang digunakan sebagai
pertimbangan Majelis Hakim dalam menentukan keputusannya. Apabila saksi yang
meringankan telah didengar keterangannya saat proses penyidikan, maka dalam
pemeriksaan sidang diajukan pertanyaan – pertanyaan yang diprioritaskan
diajukan oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya melalui Ketua Majelis Hakim.
b. Terhadap
saksi yang meringankan juga diharuskan bersumpah atau mengucapkan janji sebelum
memberikan keterangan dalam persidangan.
7. Pemeriksaan Terdakwa
a. Berdasarkan
hasil pemeriksaan saksi – saksi, maupun saksi Ahli, maka dilakukan pemeriksaan
terhadap terdakwa untuk mendapatkan hal – hal yang bersesuaian dalam hal
pembuktian perkaranya oleh Jaksa Penuntut Umum, dan hal – hal yang diajukan
dalam hal untuk pembelaannya oleh Penasihat Hukumnya dan hal – hal yang akan
mejadi pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara a quo.
b. Dalam hal
Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan Barang Bukti di persidangan, atas ijin Hakim
Ketua, Terdakwa bersama Penasihat Hukum memperhatikan sungguh – sungguh barang
bukti dimaksud dan memberikan penjelasan atas permintaan Hakim ketua.
c. Hak terdakwa
dalam persidangan adalah hal diam ( sekalipun hal ini merugikan dirinya sendiri
berkaitan dengan pembelaan atas perkara a quo yang didakwakan kepadanya ),
memberikan tanggapan atas keterangan yang diberikan para saksi, dan mengajukan
pertanyaan terhadap hal – hal yang belum diajukan kepada para saksi oleh
Majelis Hakim atau Jaksa Penuntut Umum atau Penasihat Hukumnya, yang dalam hal
mengajukan pertanyaan hendaknya yang berkaitan dengan pembelaan atas dirinya.
8. Requisitoir Jaksa Penuntut Umum
a. Setelah
pemeriksaan dinyatakan selesai oleh Hakim Ketua, maka berdasarkan Pasal 182
KUHAP, Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana ( requisitoir ) secara tertulis dan setelah dibacakan segera
diserahkan kepada Hakim Ketua Sidang serta turunannya kepada pihak yang
berkepentingan ( terdakwa dan Penasihat Hukumnya ).
b. Requisitoir
Jaksa Penuntut Umum berisikan fakta – fakta persidangan dan persesuaian dengan
unsur – unsur perbuatan pidana yang didakwakan dalam Surat Dakwaan, serta
analisa yuridis yang mendukung pembuktian tuntutan pidana atas perbuatan yang
dilakukan terdakwa kepada Majelis Hakim melalui Hakim Ketua.
c. Tuntutan
pidana diajukan berdasarkan terpenuhinya unsur – unsur Pasal yang didakwakan
sebagai perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, diajukan kepada Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili dengan rumusan dituntut lamanya pidana penjara dan
atau angka nominal denda yang harus dibayarkan dan atau angka nominal uang
pengganti apabila perbuatan itu termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
9. Pleidooi ( Nota Pembelaan )
a. Setelah
mempelajari dengan cermat isi Requisitoir Jaksa Penuntut Umum, maka berdasarkan
Pasal 182 KUHAP, giliran terdakwa atau Penasihat hukumnya memberikan tanggapan
atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum tersebut, dengan menyusun Nota
Pembelaan ( Pleidooi ) secara
tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada Hakim Ketua Sidang dan
turunannya disampaikan kepada yang berkepentinga ( Jaksa Penuntut Umum dan
terdakwa ).
b. Dalam hal
terdakwa berkehendak menyampaikan Nota Pembelaan secara pribadi, maka dapat
menyusun secara tertulis sesuai dengan suasana kebatinan saat itu dan setelah
dibacakan segera diserahkan kepada Hakim Ketua Sidang dan turunannya
disampaikan kepada yang berkepentingan ( Jaksa Penuntut Umum, terdakwa ).
Selanjutnya disusul dengan pembacaan Nota Pembelaan Penasihat Hukumnya.
c. Nota
Pembelaan ( Pleidooi ) berisikan tanggapan atas tuntutan pidana yang
disampaikan Jaksa Penuntut Umum, yang disusun berdasarkan fakta – fakta
persidangan dan analisa yuridisnya yang pada intinya sanggahan atau bantahan
untuk pembelaan diri terdakwa.
10. Duplik-Replik
a. Dalam hal
Penuntut Umum menganggap perlu memberikan tanggapan atau jawaban atas Nota
Pembelaa ( Pleidooi ) terdakwa, maka Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan “ Replik “, baik secara tertulis maupun
secara verbal ( lisan ).
b. Dalam hal
terdakwa atau Penasihat Hukumnya menganggap perlu memberikan tanggapan atau
jawaban atas Replik Jaksa Penuntut itu, maka dapat mengajukan “ Duplik “ secara tertulis maupun lisan dalam persidangan perkara a quo.
Penentuan pemberian kesempatan untuk mengajukan Replik-Duplik ini tergantung
kepemimpinan Hakim Ketua Majelis Hakim dan tersedianya tenggang waktu
persidangan yang diijinkan oleh undang – undang.
c. Dalam hal
acara persidangan sudah selesai dan dinyatakan tertutup, Hakim Ketua karena
Jabatan dan kewenangannya dapat membuka kembali persidangan atau atas
permintaan Jaksa Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukumnya dengan
menyebut alasa, seperti ditemukan bukti – bukti baru dalam perkara a quo. Jaksa
Penuntut Umum diberikan kesempatan untuk memperbaiki dan atau memperkuat
argumentasi tuntutan pidananya ( requisitoir
nya ) dan demikian pula terdakwa atau Penasihat Hukumnya juga diberi kesempatan
menyempurnakan Nota Pembelaanya ( Pleidooi
nya ). Demikian pula tetap diberikan kesempatan kepada yang berkepentingan
menyampaikan Replik dan Dupliknya.
11. Putusan ( Pemidanaan, Vonis Hakim )
a. Setelah acara
pemeriksaan sidang dianggap cukup, tidak perlu acara tambahan, Pasal 182 Ayat (2)
KUHAP, maka pemeriksaan persidangan dinyatakan ditutup selanjutnya Majelis
Hakim mengadakan musyawarah untuk mengambil Keputusan dan dalam hal memerlukan
waktu maka Hakim Ketua dapat menyatakan sidang ditunda, Pasal 182 Ayat (3)
KUHAP.
b. Musyawarah
Majelis hakim dalam mengambil putusan harus didasarkan pada Surat Dakwaan dan
fakta – fakta persidangan, Pasal 182 Ayat (4) KUHAP. Setiap anggota Majelis
Hakim memberikan pendapatnya dan terakhir Ketua Majelis Hakim, Pasal 182 Ayat
(5) KUHAP, untuk mengambil keputusan secara bulat atau :
1) Dengan suara
terbanyak ;
2) Bila tidak
memenuhi sebagaimana tersebut 1), maka diambil keputusan yang menguntungkan
terdakwa, Pasal 186 Ayat (6) KUHAP.
Pelaksanaan
pembacaan putusan tersebut dicatat dalam Buku Himpunan Putusan yang disediakan
untuk hal tersebut dan bersifat rahasia, Pasal 186 Ayat (7) KUHAP.
c. Keputusan
Hakim menurut Kusumadi Pudjosewojo yang disitir oleh Ramelan, pada umumnya
memuat 3 (tiga) hal pokok, yakni :
1) Pertimbangan
– pertimbangan berdasarkan kenyataan – kenyataan yang didapat oleh Hakim
setelah memeriksa perkara a quo,
2) Pertimbangan
– pertimbangan tentang hukumnya berkaitan dengan perkara a quo yang diketemukan
oleh Hakim berdasarkan kenyataan – kenyataan tersebut,
3) Berisikan
keputusan atau diktum.
d. Pada akhirnya
setelah melalui Upaya hukum maksimal, maka terbit Keputusan Hakim ( Putusan
Pemidanaan ) yang kemudian telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai
perbuatan yang dirumuskan dalam Requisitoir Jaksa Penuntut Umum ( Kracht Van Gewijsdezaak / Res Judi-cata ), dan telah dilakukan
upaya hukum optimal.
Terdapat 3
(tiga) macam Keputusan Hakim yang memutus “ perbuatan “ (perkara), yaitu :
1) Keputusan
yang mengandung pernyataan pemidanaan si terdakwa ( veroordelend vonnis ), yakni apabila dalam pemeriksaan di sidang
pengadilan terdapat cukup bukti bahwa tindak pidana yang dituduhkan itu
dilakukan oleh terdakwa dan bahwa terdakwa bersalah terhadap tindak pidana yang
dituduhkan itu ( Lihat 315 HIR atau Pasal 193 KUHAP ).
2) Keputusan
yang mengandung pernyataan bahwa terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan ( vrijspraak ) yakni :
(1) Dalam pemeriksaan di sidang
tidak terdapat cukup bukti terhadap tindak
pidana yang dituduhkan, atau
(2) Tidak dapat dibuktikan bahwa
terdakwalah yang melakukan tindak pidana
yang dituduhkan, artinya tidak cukup bukti kesalahan tertuduh/terdakwa ( Lihat Pasal 313 HIR atau Pasal 193 KUHAP ).
3) Keputusan
yang mengandung pernyataan bahwa terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum
( onstlag van alle recht – vervolging ).
(1) Bahwa dalam pemeriksaan di
sidang dapat dibuktikan bahwa perbuatan yang
dituduhkan pada terdakwa adalah benar, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan tidak pidana kejahatan
maupun pelanggaran, atau
(2) Terdapat cukup bukti tentang
perbuatan yang dilakukan terdakwa dan terdakwalah
yang melakukannya, akan tetapi oleh karena salah satu hal yang bersifat strafvitsluittingsgronden ( felt
d’exuse ), terdakwa tidak dapat dipidana.
( Lihat Pasal 314 HIR atau 191 Ayat (2) KUHAP ).
Catatan : hanya
3 ( tiga ) macam pemidanaan atau vonis atau keputusan Hakim itulah yang disebut
Kracht van gewijsde zaak dalam arti
bahwa pemidanaan atau vonis Hakim telah memasuki proses pembuktian dari
perbuatan terdakwa ( felt ).
e. Berdasarkan
Hukum Acara Pidana, selain 3 (tiga) macam keputusan Hakim di atas, terdapat 4
(empat) macam keputusan Hakim lagi,yaitu :
1) Keputusan
Hakim yang mengandung pernyataan bahwa “ tuntutan
Jaksa yang tidak dapat diterima “ ( niet
ontvankelijk ver-klaring, sering disingkat N.O ).
2) Keputusan
yang mengandung pernyataan bahwa “ tuntutan
Jaksa telah gugur “ ( vervallen
verklaring ).
3) Keputusan
yang mengandung pernyataan bahwa “ Hakim
tidak berwenang untuk mengadili terdakwa “ ( onbevoegd verklaring ).
4) Keputusan
yang menyatakan bahwa surat tuduhan batal ( nietig
verklarig van de acte van dagvaaring ).
Keempat
keputusan di atas tidak memutus perbuatan, dalam arti bahwa perbuatan terdakwa
atau perkara itu sendiri belum diputuskan oleh Hakim.
12. Peradilan Koneksitas
a. Peradilan
koneksitas dilakukan apabila para tersangkanya tunduk dalam kompetensi
peradilan yang berbeda, yakni peradilan umum dan peradilan militer dalam hal
para tersangka melakukan perbuatan pidana secara bersama – sama sebagaimana
dimaksud dalam rumusan Pasal 55 Ayat (1) ke – 1 atau Pasal 56 KUHP ( Penyertaan, Deelneming dan perbantuan,
medeplichtig ).
b. Prinsip
pemeriksaan dalam Peradilan Koneksitas dilaksanakan pada Peradilan Umum, Pasal
89 Ayat (1) KUHAP, kecuali dengan Keputusan Menhankam dan persetujuan Menteri
Hukum dan HAM harus diperiksa pada lingkungan peradilan militer.
c. Dalam hal
terjadi perselisihan penanganan perkara koneksitas, maka diberlakukan asas “ lex posteriori derogate legi priori “,
Undang – Undang yang lebih baru didahulukan berlakunya dari pada Undang –
Undang yang lama.
d. Penyidik
dalam perkara koneksitas berdasarkan Pasal 89 Ayat (2) KUHAP adalah Tim tetap
yang terdiri dari Penyidik Kepolisian R.I. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 KUHAP
dan Polisi Militer TNI dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi, baik pada
tingkat Pusat maupun Daerah ( Provinsi, Kabupaten, Kota ), yang dikoordinasikan
oleh Ketua Tim yang ditentukan secara bergiliran.
e. Penelitian
Berkas Perkara koneksitas dilakukan bersama oleh Jaksa dan Oditur Militer, yang
hasilnya dilaporkan berjenjang kepada atasn masing – masing, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (1),(2), dan (3) KUHAP.
f. Apabila
kerugian yang ditimbulkan lebih pada kepentingan umum, maka perkaranya
diserahkan kepada pemeriksaan peradilan umum, dan apabila kerugian yang
ditimbulkan lebih pada aspek militer maka penyerahan perkara kepada peradilan
di lingkungan militer, yang didahului dengan usulan kepada Mahkamah Agung R.I,
Pasal 91 Ayat (1),(2), dan (3), Pasal 92 Ayat (1),(2), dan Pasal 93 KUHAP.
g. Majelis Hakim
sedikitnya 3 (tiga) orang diketuai oleh Hakim dari Peradilan Umum, selebihnya
ditentukan secara seimbang ( Pasal 94 KUHAP ), dan berlaku pula pada tingkat
Banding.
Comments
Post a Comment