UPAYA HUKUM

Upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 12 KUHAP dibedakan secara tegas antara " upaya hukum biasa " dan " upaya hukum luar biasa ". Disebut sebagai upaya hukum biasa dikarenakan upaya hukum yang dilakukan adalah terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap ( Pasal 233 - 243 KUHAP ) dan disebut Upaya Hukum Luar Biasa dikarenakan upaya hukum dilakukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau In Kracht Van Gewijsde ( Pasal 259 -263 KUHAP ).

1. Banding

a. Berdasarka Pasal 67 KUHAP, putusan pengadilan tingkat pertama yang dapat diminta pemeriksaan tingkat banding ke Pengadilan Tinggi adalah semua putusan, kecuali :

1) Putusan bebas ;
2) Putuusan lepas dari segala tuntutan yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukumnya ; 
3) Putusan pengadilan dalam acara cepat.

b. Permintaan pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi adalah Hak terdakwa atauyabg khusus dikuasakan untuk itu atau Jaksa Penuntut Umum, Pasal 233 Ayat (1) KUHAP, dan apabila memenuhi syarat dalam tenggang waktu 7 hari kemudian diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri, Pasal 233 Ayat (2) jo. 196 Ayat (2) KUHAP, yang kemudian dibuatkan Surat Keterangan ( Akta Permohonan Banding ) Pasal 233 Ayat (3) KUHAP.

c. Apabila permohonan banding disatu pihak ( terdakwa/Penuntut Umum ) dan pihak lain ( terdakwa/Penuntut Umum ) mengajukan Kontra Banding, maka Panitera memberitahukan kepada pihak - pihak yang berkepentingan itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 Ayat (5) KUHAP.

d. Permintaan banding dapat dilakukan pembatalan atau pencabutan, Pasal 235 Ayat (1) KUHAP sebelum perkaranya diputus oleh Pengadilan Tinggi.

e. Selambat - lambatnya 14 hari sejak permintaan banding diajukan, Panitera mengirim Berkas Perkara dan Surat - Surat berkaitan dengan persidangan Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi, yang sebelumnya diberikan kesempatan kepada pemohon untuk mempelajari berkas banding dan 7 hari sesudah diterima di Pengadilan Tinggi, Pasal 236 KUHAP.

f. Pemeriksaan perkara dalam tingkat banding bersifat pemeriksaan ulang yang meliputi hal - hal yang berkaitan dengan :

1) Pembuktian fakta - fakta persidangan ;
2) Penerapan hukumnya ;
3) Berat ringannga hukuman.

g. Pasal 240 Ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa Pengadilan Tinggi dapat melakukan pemeriksaan tambahan apabila :

1) Pengadilan Negeri lalai dalam penerapan hukum acara ;
2) Pengadilan Negeri keliru dalam penerapan Hukum acara.

h. Putusan tingkat Banding, Pasal 241 Ayat (1) KUHAP memuat :

1) Menguatkan putusan Pengadilan Negeri,
2) Mengubah atau memperbaiki amar Putusan Pengadilan Negeri.

Catatan : Dalam waktu 7 ( tujuh ) hari setelah putusan dijatuhkan, salinan surat keputusan Pengadan Tinggi beserta berkas perkara dikirimkan kepada Pengadilan Negeri yang memutus dalam tingkat pertama.

2. kasasi

a. Kasasi ( Bahasa Perancis : cassation, casser, membatalkan atau memecahkan ) diatur dalam Pasal 244 - 258 KUHAP. Permohonan kasasi dapat dilakukan oleh pihak - pihak yang terlibat dalam perkara pidana, baik terdakwa atau Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum.

b. Mahkamah Agung dalam melakukan peradilan kasasi hanya memeriksa masalah hukum, apakah hukum sudah diterapkan secara benar dalam putusan pengadilan di bawahnya atau tidak, jadi tidak memeriksa seluruh isi putusan pengadilan dan fakta - fakta persidangan.

c. Tata cada permohonan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasa 245 - 248 KUHAP, dengan alasan yang secara limitatif disebutkan dalam Pas 253 Ayat (1) KUHAP guna menentukan :

1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya ;
2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang - undang ;
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya .

d. Setelah dilakukan penelitian dalam pemeriksaan kasasi tentang tenggat waktu 14 hari dan penyerahan Memorie Kasasi dalam waktu 14 hari ( syarat formil ), maka kemudian dilakukan pemeriksaan substansi dan alasan permohonn kasasi, barulah kemudian dikeluarkan putusan Mahkamah Agung yang dapat meliputi hal - hal :

1) Menyatakan tidak dapat diterima ;
2) Menolak, atau 
3) Menerima pemeriksaan kasasi.

Permohonan kasasi tidak dapat diterima pada umumnya menyangkut syarat formal yang tidak dipenuhi pemohon ; sementara yang ditolak apabila pengadilan bawah tidak salah menerapkan hukumnya ( judex factie ) dan dalam menjatuhkan putusan tidak melampaui wewenangnya, dan permohonan kasasi diterima apabila Mahkamah Agung berpendapat alasan - alasan yang diajukan pemohon dapat dibenarkan atau terdapat alasan lain yang tidak dicantumkan oleh pemohon namun berkaitan dengan kesalahan yang sangat prinsipil.

e. Dalam sistem KUHAP terdapat ketentuan pula yang mengatur Kasasi demi kepentingan hukum dalam Pasal 259 s/d Pasal 261 KUHAP yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung atas Putusan Pengadilan Negeri atau Putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, dan tidak dibatasi oleh tenggang waktu.

3. Peninjauan Kembali ( PK )

a. Peninjauan kembali atau PK diatur dalam Pasal 263 s/d 269 KUHAP, yang diajukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan, yang diajukan oleh: terpidana atau ahli warisnya.

b. Alasan diajukannya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (2) dan Ayat (3) meliputi :

1) Apabila terdapat keadaan baru ( Novum ) yang menimbulkan dugaan kuat akan dapat merubah putusan saat itu ;
2) Pernyataan dalam putusan yang saling bertentangan ;
3) Apabila putusan itu nyata - nyata memperlihatkan suatu kekhilafan atau kekeliruan hakim ;
4) Terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak diikuti dengan putusan pemidanaannya.

c. Putusan Peninjauan Kembali ( PK ) dapat berupa :

1) Dinyatakan tidak dapat diterima
2) Menolak permintaan peninjauan kembali
3) Membenarkan alasan pemohon, yang kemudian menjatuhkan putusan :

- Putusan bebas ;
- Putusan lepas dari segala tuntutan hukum ;
- Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum ;
- Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan ( Dalam Pasal 266 Ayat (3) ditegaskan bahwa putusan PK tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula ).

d. Prinsip yang berlaku dalam Peninjauan Kembali, adalah :

1) Putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan sebelumnya, Pasal 266 Ayat (3) KUHAP.
2) Permintaan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan pelaksanaan putusan inkracht, Pasal 268 Ayat (1) KUHAP.
3) Hanya dapat dilakukan satu kali saja, Pasal 268 Ayat (3) KUHAP.

4. Grasi

a. Grasi adalah hak prerogatif Presiden / Kepala Negara untuk memberikan pengampunan atas hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan. Dalam praktek, Grasi diartikan sebagai pemberian ampun, pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan kepada seorang terpidana oleh Kepala Negara.

b. Dalam permohonan Grasi oleh si terpidana, si terpidana harus tegas mengakui perbuatan yang telah dilakukan sebagai perbuatan yang melanggar Undang - Undang, dan atau mengakui telah berbuat melakukan kesalahan ( Gratieverzoek ).

c. Pada intinya, grasi dapat berupa pengampunan, berupa perubahan, keringanan, pengurangan masa pemidanaan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden / Kepala Negara.

5. Abolisi Dan Amnesti

a. Kedua bentuk ini tidak diatur dalam KUHP, tetapi berdasarkan Pasal 14 UUD RI 1945 berbunyi : " Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. " Dengan perkataan lain, bentuk - bentuk ini adalah sebagai hak prerogatif Presiden, artinya hak yang hanya diberikan oleh Presiden dengan syarat - syarat tertentu.

b. Abolisi adalah wewenang Presiden dengan Undang - Undang atau atas kuasa Undang - Undang untuk menghentikan atau meniadakan segala tuntutan tentang satu atau beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang tertentu. Dengan abolisi, maka setiap orang yang tersangkut dalam satu atau beberapa tindak pidana tertentu yang belum atau sedang dalam penuntutan dihentikan, bahkan orang yang masih dalam pemeriksaan pendahuluan ataupun yang belum diketahui ikut melakukan dihentikan / ditiadakan penuntutannya.

c. Amnesti ialah wewenang Presiden / Kepala Negara dengan Undang - Undang atau atas Kuasa Undang - Undang bahwa dengan pemberian amnesti itu, maka semua akibat hukum pidana terhadap orang - orang yang telah melakukan sesuatu tindak pidana dihapuskan.

d. Dengan demikian, perbedaan Abolisi dan Amnesti dapat dikatKan sebagai berikut :

1) Abolisi hanya menggugurkan penuntutan terhadap mereka yang belum dipidanakan, sedangkan
2) Amnesti mempunyai akibat hukum yang lebih luas lagi, karena amnesti dapat diberikan kepada mereka yang telah dipidana maupun kepada mereka yang belum dipidana, artinya tidak hanya tindakan penuntutan yang ditiadakan akan tetapi semua akibat hulum berupa apapun ditiadakan.


Presiden, dalam hal pemberian abolisi dan amnesti ini harus dengan Undang - Undang, dalam arti dengan persetujuan DPR atau atas kuasa Undang - Undang, yang menjadi alasan pada pemberian abolisi dan amnesti tersebut terletak kepada kebijaksanaan pemerintah pada umumnya, kepentingan umum Negara yang menjadi ukurannya.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH SINGKAT HUKUM ACARA PIDANA ( CRIMINAL JUSTICE SYSTEM )

LANDASAN HUKUM YURISDIKSI VOLUNTAIR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA PEWARISAN