FORMULASI SURAT GUGATAN ( GUGATAN KONTENTIOSA ) [ DITUJUKAN KEPADA PN SESUAI KOMPETENSI RELATIF, DIBERI TANGGAL, DITANDA TANGANI PENGGUGAT ATAU KUASA ]

1. Ditujukan ( Dialamatkan ) Kepada PN Sesuai Dengan Kompetensi Relatif

Surat gugatan, secara formil harus ditujukan dan di alamatkan kepada PN sesuai dengan kompetensi relatif. Harus tegas dan jelas tertulis PN yang dituju, sesuai dengan patokan kompetensi relatif yang diatur dalam Pasal 118 HIR. Apabila surat gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan kompetensi relatif :

• Mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil, karena gugatan disampaikan dan di alamatkan kepada PN yang berada di luar wilayah hukum yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya;
• Dengan demikian, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima ( niet onvankelijke verklaard ) atas alasan hakim tidak berwenang mengadili.

2. Diberi Tanggal

Ketentuan undang-undang tidak menyebut surat gugatan harus mencantumkan tanggal. Begitu juga halnya jika surat gugatan dikaitkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, Pasal 1868 maupun Pasal 1874 KUH Perdata, tidak menyebut pencantuman tanggal di dalamnya. Karena itu, jika bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 Ayat (1) HIR dihubungkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, pada dasarnya tidak mewajibkan pencantuman tanggal sebagai syarat formil. Oleh karena itu, ditinjau dari segi hukum :

• Pencantuman tanggal, tidak imperatif dan bahkan tidak merupakan syarat formil surat gugatan;
• Dengan demikian, kelalaian atas pencatuman tanggal, tidak mengakibatkan surat gugatan mengandung cacat formil;
• Surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal, sah menurut hukum, sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Namun demikian, sebaiknya dicantumkan guna menjamin kepastian hukum atas pembuatan dan penandatanganan surat gugatan, sehingga apabila timbul masalah penandatanganan surat gugatan berhadapan dengan tanggal pembuatan dan penandatanganan surat kuasa, segera dapat diselesaikan. Menghadapi surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal, dapat diselesaikan berdasarkan pada tanggal register perkara di kepaniteraan. Masalah ini perlu dipahami oleh semua pihak, baik penggugat, tergugat, maupun pengadilan, agar dapat ditegakkan kepastian hukum, apabila timbul masalah yang berkaitan langsung dengan surat gugatan.

Jalan keluar yang paling cepat, pengadilan memerintahkan perbaikan gugatan dengan cara mencantumkan tanggal. Hal itu dapat dilakukan panitera pada saat surat gugatan diajukan atau oleh hakim dalam persidangan, terutama pada sidang pertama. Perbaikan pencantuman tanggal surat gugatan, tidak bertentanngan dengan hukum. Perbaikan atau penambahan tanggal tersebut, tidak dapat dianggap dan dikualifikasi mengubah materi gugatan.

3. Ditanda Tangani Penggugat Atau Kuasa

Mengenai tanda tangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat gugatan. Pasal 118 Ayat (1) HIR menyatakan :

• Gugatan perdata harus dimadukkan ke PN sesuai dengan kompetensi relatif, dan
• Dibuat dalam bentuk surat permohonan ( surat permintaan ) yang ditanda tangani oleh penggugat atau oleh wakilnya ( kuasanya ).

A. Tanda Tangan Ditulis Dengan Tangan Sendiri

Yang dimaksud dengan tanda tangan ( handtekening, signature ), pada umumnya merupakan tanda atau inisial nama yang dituliskan dengan tangan sendiri oleh penanda tangan. Penandatanganan dapat dilakukan oleh penggugat sendiri atau kuasanya, asal pada saat kuasa ditanda tangani, lebih dahulu telah dibuat dan diberikan surat kuasa khusus.

B. Cap Jempol Disamakan Dengan Tanda Tangan Berdasarkan St. 1919-776

Penggugat yang tidak dapat menulis, dapat membubuhkan cap jempol di atas surat gugatan sebagai pengganti tanda tangan.

Memurut St. 1919-776, cap jempol, berupa cap ibu jari tangan :

• Disamakan dengan tanda tangan ( handtekening )
• Akan tetapi agar benar-benar sah sebagai tanda tangan, harus dipenuhi syarat, cap jempol tersebut dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang ( camat, hakim, atau panitera ).

Mengenai penerapan legalisasi dalam praktik, pada dasarnya dianggap sebagai syarat imperatif atas keabsahan cap jempol. Namun sifat imperatifnya diperlunak atau dilenturkan ( flexible ). Apabila hakim menemukan cap jempol yang belum dilegalisir dalam surat gugatan :

• Tidak layak hakim langsung menyatakan gugatan cacat formil, atas alasan cap jempol tidal dilegalisir;
• Tetapi hakim menyuruh atau memerintahkan kepada yang bersangkutan untuk melegalisirnya.

Penerapan yang seperti itu dapat dilihat dalam salah satu Putusan MA [1] yang mempertimbangkan :

Cap jempol yang tidak dilegalisir, tidak mengakibatkan surat gugatan batal demi hukum, tetapi cukup diperbaiki dengan jalan menyuruh penggugat untuk melegalisir. [2]




Footnote :

[1] No. 769 K / Sip / 1976, 24-08-1978.
[2] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 51-53.


Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH SINGKAT HUKUM ACARA PIDANA ( CRIMINAL JUSTICE SYSTEM )

LANDASAN HUKUM YURISDIKSI VOLUNTAIR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA PEWARISAN