SIFAT PERJANJIAN KUASA
Terdapat beberapa sifat pokok yang dianggap penting
untuk diketahui, antara lain sebagai berikut.
A.
Penerima Kuasa Langsung Berkapasitas Sebagai Wakil Pemberi Kuasa
Pemberian kuasa tidak hanya bersifat mengatur
hubungan internal antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Akan tetapi,
hubungan hukum itu langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta kapasitas
kepada kuasa menjadi wakil penuh ( full
power ) pemberi kuasa, yaitu :
- Memberi hak dan kewenangan ( authority ) kepada kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa terhadap pihak ketiga;
- Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada
diri pemberi kuasa, sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak melampaui batas
kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya;
- Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa
dengan pihak ketiga, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil atau principal atau pihak utama, dan penerima
kuasa berkedudukan dan berkapasitas sebagai pihak formil.
Akibat hukum dari hubungan demikian, segala tindakan
yang dilakukan kuasa kepada pihak ketiga dalam kedudukannya sebagai pihak formil, mengikat kepada pemberi
kuasa sebagai principal ( pihak materiil
).
B.
Pemberian Kuasa Bersifat Konsensual
Sifat perjanjian atau persetujuan kuasa adalah
konsensual ( consensuale overeenkomst
), yaitu perjanjian berdasarkan kesepakatan ( agreement ) dalam arti :
- Hubungan pemberian kuasa, bersifat partai yang
berdiri sendiri dari pemberi dan penerima kuasa;
- Hubungan hukum itu dituangkan dalam perjanjian
pemberian kuasa, berkekuatan mengikat sebagai persetujuan di antara mereka ( kedua
belah pihak );
- Oleh karena itu, pemberian kuasa harus dilakukan
berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.
Itu sebabnya Pasal 1792 maupun Pasal 1793 Ayat (1)
KUH Perdata menyatakan, pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan
kedua belah pihak, dapat dituangkan dalam bentuk akta otentik atau di bawah
tangan maupun dengan lisan. Namun demikian, tanpa mengurangi penjelasan di
atas, berdasarkan Pasal 1793 Ayat (2) KUH Perdata, penerimaan kuasa dapat
terjadi secara diam-diam, dan hal itu dapat disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu
oleh pemberi kuasa. Akan tetapi, cara diam-diam ini, tidak dapat diterapkan
dalam pemberian kuasa khusus. Kuasa khusus harus disepakati secara tegas dan
harus dituangkan dalam bentuk akta atau surat khusus.
C.
Berkarakter Garansi-Kontrak
Ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan
kuasa kepada principal ( pemberi kuasa
), hanya terbatas :
- Sepanjang kewenangan ( volmacht ) atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa;
- Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandat,
tanggung jawab pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan, yang sesuai dengan
mandat yang diberikan. Sedang pelampauan itu manjadi tanggung jawab kuasa,
sesuai dengan asas "garansi-kontrak" yang digariskan Pasal 1806 KUH
Perdata.
Dengan demikian, hal-hal yang dapat diminta tanggung
jawab pelaksanaan dan pemenuhannya kepada pemberi kuasa, hanya sepanjang
tindakan yang sesuai dengan mandat atau instruksi yang diberikan. Di luar itu,
menjadi tanggung jawab kuasa, sesuai dengan anggapan hukum : atas tindakan kuasa
yang melampaui batas, kuasa secara sadar telah memberi garansi bahwa dia sendiri
yang akan memikul pelaksanaan pemenuhannya. [1]
Footnote :
[1] M. Yahya Harahap, Hukum
Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika, 2016, hlm. 2-3.
Comments
Post a Comment