PUTUSAN PERMOHONAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN PENETAPAN ( GUGATAN PERMOHONAN ATAU GUGATAN VOLUNTAIR )

PUTUSAN PERMOHONAN

1. Bentuk Penetapan

Putusan yang berisi pertimbangan dan diktum penyelesaian permohonan dituangkan dalam bentuk penetapan, dan namanya juga disebut penetapan atau ketetapan ( beschikking, decree ). Bentuk ini membedakan penyelesaian yang dijatuhkan pengadilan dalam gugatan contentiosa. Dalam gugatan perdata yang bersifat partai, penyelesaian yang dijatuhkan berbentuk putusan atau vonis ( award ).

2. Diktum Bersifat Deklarator

• Diktumnya hanya berisi penegasan pernyataan atau deklarasi hukum tentang hal yang diminta.
• Pengadilan tidak boleh mencantumkan diktum condemnatoir ( yang mengandung hukuman ) terhadap siapapun.
• Juga tidak dapat memuat amar konstitutif, yaitu yang menciptakan suatu keadaan baru, seperti membatalkan perjanjian, menyatakan sebagai pemilik atas sesuatu barang, dan sebagainya.

Kekuatan Pembuktian Penetapan

1. Penetapan Sebagai Akta Otentik

Setiap produk yang diterbitkan hakim atau pengadilan dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan kepadanya, dengan sendirinya merupakan akta otentik [1] yaitu merupakan akta resmi yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Bertolak dari doktrin yang dikemukakan tersebut, setiap penetapan atau putusan yang dijatuhkan pengadilan bernilai sebagai akta otentik. [2] Doktrin ini pun sesuai dengan ketentuan yang digariskan Pasal 1868 KUH Perdata :

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat akta itu dibuat.

Memperhatikan ketentuan yang mengatakan bahwa putusan pengadilan merupakan akta otentik, berarti sesuai dengan Pasal 1870 KUH Perdata, pada diri putusan itu, melekat nilai ketentuan pembuktian yang sempurna dan mengikat ( volledig en bindende bewijskracht ).

2. Nilai Kekuatan Pembuktian Yang Melekat Pada Penetapan Permohonan Hanya Terbatas Kepada Diri Pemohon

Meskipun penetapan yang dijatuhkan pengadilan berbentuk akta otentik, namun nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya, berbeda dengan yang terdapat pada putusan yang bersifat contentiosa. Dalam putusan yang bersifat partai ( contentiosa ), nilai kekuatan pembuktiannya, adalah :

• Benar-benar sempurna dan mengika;
• Kekuatan mengikatnya meliputi :
- Para pihak yang terlibat dalam perkara dan ahli waris mereka;
- Kepada orang atau pihak ketiga yang mendapat hal dari mereka. [3]

Tidak demikian halnya dengan penetapan. Sesuai dengan sifat proses pemeriksaannya yang bercorak ex-parte atau sepihak, nilai kekuatan pembuktian yang melekat dalam penetapan sama dengan sifat ex-parte itu sendiri, dalam arti :

• Nilai kekuatan pembuktiannya hanya mengikat pada diri pemohon saja,
• Tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada orang lain atau kepada pihak ketiga.

3. Pada Penetapan Tidak Melekat Asas Ne Bis In Idem

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1917 KUH Perdata, apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif ( menolak untuk mengabulkan ), kemudian putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat nebis in idem. Oleh karena itu, terhadap kasus dan pihak yang sama, tidak boleh diajukan untuk kedua kalinya. [4]

Tidak demikian halnya dengan penetapan. Pada dirinya hanya melekat kekuatan mengikat secara sepihak, yaitu pada diri pemohon, jadi tidak mengikat dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian pada pihak manapun. Oleh karena itu, pada penetapan tidak melekat nebis in idem. Setiap orang yang merasa dirugikan oleh penetapan itu, dapat mengajukan gugatan atau perlawanan terhadapnya. [5]







Footnote :

[1] Setiawan, Aneka Masalah Hukum Dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 399.
[2] Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977, hlm. 126.
[3] Ibid., hlm. 126.
[4] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm. 173.
[5] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 40-42.


Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH SINGKAT HUKUM ACARA PIDANA ( CRIMINAL JUSTICE SYSTEM )

LANDASAN HUKUM YURISDIKSI VOLUNTAIR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA PEWARISAN