PENEGAKKAN PRINSIP PEMBUKTIAN ( GUGATAN PERMOHONAN ATAU GUGATAN VOLUNTAIR )

Prinsip dan sistem pembuktian yang harus ditegakkan dan diterapkan, adalah sebagai berikut.

1. Pembuktian harus berdasarkan alat bukti yang ditentukan Undang-Undang.

Sesuai yang dirinci secara enumeratif dalam Pasal 164 HIR ( Pasal 284 RBG ) atau Pasal 1866 KUH Perdata, alat bukti yang sah terdiri atas :

A) Tulisan ( akta ),
B) Keterangan saksi,
C) Persangkaan,
D) Pengakuan,
E) Sumpah.

2. Ajaran pembebanan pembuktian berdasarkan Pasal 163 HIR ( Pasal 203 RBG ) atau Pasal 1865 KUH Perdata.

Dalam hal ini, sepenuhnya beban wajib bukti ( bewijlast, burden of proof ) dibebankan kepada pemohon.

3. Nilai kekuatan pembuktian yang sah, harus mencapai batas minimal pembuktian.

Apabila alat bukti yang diajukan pemohon hanya bernilai sebagai alat bukti permulaan atau alat bukti yang diajukan hanya satu saksi ( unus testis ) tanpa alat bukti yang lain, dalam hal seperti ini, alat bukti yang diajukan pemohon belum mencapai batas minimal ( minimal limit ) untuk membuktikan dalil permohonan.

4. Yang sah sebagai alat bukti, hanya terbatas pada alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil.

Paling tidak asas dan sistem pembuktian yang jelas, harus ditegakkan dan diterapkan pengadilan dalam memutus dan menyelesaikan permohonan.[1]





Footnote :


[1] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika, 2016, hlm. 39-40.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH SINGKAT HUKUM ACARA PIDANA ( CRIMINAL JUSTICE SYSTEM )

LANDASAN HUKUM YURISDIKSI VOLUNTAIR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA PEWARISAN