KUASA MENURUT HUKUM
Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoordig atau legal mandatory ( legal representative ). Maksudnya, undang-undang sendiri telah
menetapkan seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum
bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa.
Jadi, undang-undang sendiri yang menetapkan bahwa yang bersangkutan menjadi
kuasa atau wakil yang berhak bertindak untuk dan atas nama orang atau badan
itu. Salah satu contoh, Pasal 1 Angka 4 dan Pasal 82 Undang-Undang No. 1 Tahun
1995 ( UU Perseroan Terbatas ) yang menegaskan :
Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Berdasarkan ketentuan ini, undang-undang sendiri
menentukan, direksi bertindak sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili
kepentingan perseroan di dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat
kuasa dari perseroan.
Di dalam HIR atau RBG, disinggung juga mengenai
kuasa menurut hukum. Pada Pasal 123 Ayat (2) HIR dan Pasal 147 Ayat (2) RBG
dijelaskan :
Pegawai
negeri yang karena peraturan umum menjalankan perkara untuk pemerintah
Indonesia sebagai wakil negeri tidak perlu memakai surat kuasa khusus yang demikian
itu.
Memperhatikan ketentuan ini, bagi orang yang berkedudukan
dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum, kehadiran dan tampilnya ia
sebagai wakil atau kuasa, tidak memerlukan surat kuasa khusus ( bijzondere schriftelijke machtiging, power
of attorney ) dari pemerintah atau instansi yang bersangkutan.
Di bawah ini, dideskripsi beberapa kuasa menurut
hukum yang dapat bertindak mewakili kepentingan orang atau badan tanpa
memerlukan surat kuasa khusus dari orang atau badan tersebut.
1.
Wali Terhadap Anak Di Bawah Perwalian
Wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa
untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada di bawah perwalian sesuai
dengan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 ( UU Perkawinan ).
2.
Kurator Atas Orang Yang Tidak Waras
Menurut Pasal 229 HIR, seseorang yang sudah dewasa
tetapi tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena kurang waras,
dapat diminta untuk diangkat seorang kurator. Dengan demikian, kurator sah dan
berwenang bertindak mewakili kepentingan orang yang berada di bawah pengawasan tersebut
sebagai kuasa menurut hukum.
3.
Orang Tua Terhadap Anak Yang Belum Dewasa
Berdasarkan Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang No. 1
Tahun 1974, orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan
berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh karena itu,
orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan anak-anak yang belum dewasa
kepada pihak ketiga maupun di depan pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa
khusus dari anak tersebut.
4.
BHP Sebagai Kurator Kepailitan
Menurut Pasal 13 Ayat (1) huruf b, Undang-Undang No.
4 Tahun 1998 ( UU Kepailitan ) : dalam putusan pernyataan pailit, harus
diangkat kurator. Selanjutnya, menurut Pasal 13 Ayat (2) Undang-Undang dimaksud
:
- Jika debitur atau kreditur tidak mengajukan usul
pengangkatan kurator kepada pengadilan, dengan sendiri menurut hukum, BHP (
Balai Harta Peninggalan ) bertindak sebagai kurator.
- Jadi yang dapat bertindak sebagai kurator dalam
kepailitan, adalah kurator yang ditetapkan pengadilan berdasarkan usul debitur
atau kreditur. Dalam hal debitur atau kreditur tidak mengajukan usul, dengan sendirinya
menurut hukum, BHP yang bertindak sebagai kurator. Mengenai tugas kurator
diatur dalam Pasal 67:
1) Melaksanakan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit,
2) Dalam melakukan tugas, tidak diharuskan
memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu
kepada debitur atau salah satu orang debitur, meskipun dalam keadaan di luar
kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan demikian disyaratkan.
Memperhatikan penjelasan di atas, BHP atau kurator
dalam kepailitan berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum ( legal mandatory ) untuk melakukan
pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan tugas itu dilakukan berdasarkan perintah
undang-undang tanpa memerlukan surat kuasa dari debitur.
5.
Direksi Atau Pengurus Badan Hukum
Direksi atau pemimpin ( pengurus ) badan hukum berkedudukan
dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum ( legal mandatory ) mewakili kepentingan badan hukum yang bersangkutan
:
- Pasal 1 Angka (4) jo. Pasal 82 Undang-Undang No. 1
Tahun 1995 ( UU tentang Perseroan Terbatas ) menegaskan, direksi bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan
baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Jauh sebelum undang-undang ini lahir, praktik
peradilan pun sudah menegaskan sikap ini. Salah satu contoh adalah Putusan MA
No. 2332 K/Pdt/1985 [1],
yang mengatakan, direktur suatu badan hukum ( perseroan terbatas ) dapat
bertindak langsung mengajukan gugatan, dan tidak perlu lebih dahulu mendapat
kuasa khusus dari presiden direktur dan para pemegang saham, karena PT sebagai
badan hukum dapat langsung diwakili oleh direktur.
- Pengurus yayasan, menurut Pasal 35 Ayat (1)
Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 ( UU tentang Yayasan ), bertanggung jawab penuh
atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak
mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Berdasarkan ketentuan ini, bukan pembina atau
pengawas yang bertindak sebagai legal
mandatory, tetapi organ pengurus tanpa memerlukan persetujuan dan surat
kuasa dari siapa pun.
- Pengurus koperasi, bertindak sebagai kuasa
mewakili kepentingan koperasi di dalam dan di luar pengadilan.
Hal itu ditegaskan dalam Pasal 30 Ayat (2) huruf a,
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, yang menyatakan, pengurus berwenang mewakili
koperasi di dalam dan di luar pengadilan. Dengan demikian, pengurus
berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum mewakili kepentingan koperasi tanpa
surat kuasa dari siapapun.
6.
Direksi Perusahaan Perseroan ( Persero )
Perusahaan Perseroan ( Persero ) menurut Pasal 1
Angka 2 PP No. 12 Tahun 1998, adalah Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969, yaitu berbentuk Perseroan
Terbatas sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang
seluruh atau sedikitnya 51% saham yang dikeluarkan, dimiliki oleh negara
melalui penyertaan modal secara langsung.
Kemudian Pasal 3 PP tersebut menegaskan, bahwa
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
No. 1 Tahun 1995 berlaku terhadap BUMN sebagai Persero. Oleh karena itu,
Direksi berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili perseroan di
dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa dari pihak mana pun.
Ketentuan mengenai kuasa menurut hukum yang
diberikan undang-undang kepada persero, penerapannya tidak hanya terbatas pada
BUMN, tetapi meliputi Perusahaan Daerah ( PD ). Pendapat ini diperkuat dalam
praktik di pengadilan. Antara lain ditegaskan dalam Putusan MA No. 2539
K/Pdt/1985 [2]
yang menyatakan, bahwa ternyata PD Panca Karya adalah badan hukum dan menurut
Pasal 16 Ayat (1) Perda Tingkat 1 Maluku No. 5/1963, direksi perusahaan daerah
mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan, oleh karena itu direksi
dapat bertindak sebagai pihak tanpa kuasa dari pemda.
7.
Pimpinan Perwakilan Perusahaan Asing
Perkembangan hukum di Indonesia, telah membenarkan
" pimpinan perwakilan " perusahaan asing, berkedudukan dan berkapasitas
sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili kepentingan kantor perwakilan
perusahaan tersebut di dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa
khusus dari kantor pusat ( head office )
yang ada di luar negeri. Dalam putusan ini, pimpinan perwakilan perusahaan
asing yang ada di Indonesia, dinyatakan sebagai legal mandatory yang disejajarkan dengan wettelijke vertegenwoordig.
8.
Pimpinan Cabang Perusahaan Domestik
Praktik peradilan juga telah mengakui, bahwa
pimpinan cabang perusahaan domestik, berkedudukan dan berkapasitas sebagai
kuasa menurut hukum untuk mewakili cabang perusahaan tersebut di dalam dan di
luar pengadilan, sesuai dengan batas kualitas pelimpahan wewenang yang
diberikan Perusahaan Pusat kepada cabang tersebut. Dengan penegasan Putusan MA
No. 779 K/Pdt/1992, bahwa pimpinan cabang suatu bank berwenang bertindak untuk
dan atas pimpinan pusat tanpa memerlukan surat kuasa itu. Oleh karena itu,
kuasa yang diberikan pimpinan cabang kepada seorang kuasa adalah sah.
Footnote :
[1] Putusan MA
tanggal. 29-05-1985.
[2] Putusan MA
tahun 1985.
[3] M. Yahya
Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang
Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan, Jakarta
: Sinar Grafika, 2016, hlm. 8-12.
Comments
Post a Comment